Riwayat Hidup


Sekapur Sirih
Menyambut Lembaran Pagi
Catatan: Anshari Kadir

Puji syukur. Alhamdulillah.
Berkat dorongan berbagai pihak maka buku yang tengan berada di tangan pembaca yang budiman ini, akhirnya berhasil diterbitkan. Materi buku ini dikumpulkan dalam tempo yang sangat panjang, dengan mengingat, mencatat dan mewawancarai orang-orang yang berhubungan dengan perjalanan hidup.
Semula memang ada keraguan untuk melanjutkan penulisan --mengingat kemungkinan bahwa kisah ini belumlah seberapa dibanding dengan pengalaman orang lain yang jauh lebih paripurna. Juga terselip keraguan atas kebanggaan semu yang mungkin saja dinilai orang atas kisah yang tak sempurna ini. Namun selalu ada dorongan yang begitu kuat dari dalam diri agar cerita hidup yang penuh liku itu tak terlupa begitu saja. Hikmah yang tercabar dalam kabar semoga dapat menjadi penyemangat terutama untuk anak dan cucuku nanti. Pesan yang ada dalam buku ini, adalah sepahit apapun kesulitan, kita tidak boleh menyerah. Selalu ada jalan yang akan ditunjukkan Sang Mahakuasa selama hambanya terus berusaha dengan sabar, gigih sekaligus tawakal. Kerja keras dan doa yang kita panjatkan, tidak akan pernah sia-sia sepanjang niat baik untuk mengubah nasib tiada pernah hilang dari keseharian. Kerja keras dan doa yang sesungguhnya bukan hanya untuk diri sendiri dan keluarga, namun juga dialamatkan agar diri berguna bagi banyak orang.
Mudah-mudahan menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi anak-anakku dan siapa saja yang berkesempatan membaca buku ini. Amin.


Seulas Pinang
Incognito
Yusril Ardanis

Betapa kisah tentang kemiskinan tak dapat diukur dari angka-angka dan nilai statistika belaka. Ia menyimpan kegamangan tersendiri. Semacam kegetiran yang sulit diungkap kalimat sederhana. Mata lindap dari ibu yang kebingungan beroleh beras hanyalah satu bagian dari cerita tentang kekelatan. Bagian lain, misalnya tentu saja soal kemiskinan yang meredupkan harapan atas hari depan. Tetapi, percayakah Anda, bahwa beberapa orang yang sedemikian terbiasa dipulun keterbatasan --rupanya memiliki daya juang luar biasa.
Anshari Kadir –tokoh buku ini—semula menyangka ia akan berakhir sebagai salah seorang peladang berpindah sebagaimana dilakoni kedua orangtuanya. Sampai suatu ketika, ia bertemu titik-balik. Kala ia basolenta minta disekolahkan, maka kisah mulai tak sependek tangkai cangkul. Ia bentangkan cita-cita yang pada masa itu tak wajar. Ia hendak mengubah nasib meski caranya entah bagaimana.

Membaca buku ini –kita akan segera berpapasan dengan serombongan sosudong atau peladang berpindah di era awal tahun 1970 di sebuah propinsi bernama Riau. Para nomaden pekerja keras yang memiliki semangat bertahan hidup sampai kearifan atas alam yang melingkari mereka. Alur cerita akan mencoba menangkap lagi suasana sosial ketika itu semisal kuatnya ikatan kebersamaan. Selanjutnya, kisah menghadang badai mengalir bersama sang tokoh. Ia yang selalu mencoba berkelit menjinakkan kesulitan demi kesulitan dalam upaya mengubah nasib. Dari tokoh ini, setidaknya kita akan diingatkan kembali bahwa masalalu –betatapapun kelatnya—tak harus dihanyutkan begitu saja. Kepahitan hidup, umpamanya, mengingatkan pentingnya rasa bersyukur ketimbang merangkai-rangkai obsesi buat meraih sesuatu yang berada di luar batas kesanggupan telapak.

Konsep buku ini sebetulnya sudah mulai dirancang belasan tahun lalu. Anshari sempat mewawancarai orang-orang terdekat guna mendokumentasikan masa kecilnya sendiri. Proses penggarapan buku menjadi sedemikian berlama-lama, tersebab sang tokoh sempat merasa, bahwa membukukan kisah hidupnya sendiri adalah bentuk dari semacam keriyaan.
Tetapi semangat untuk berbagi kisah, agaknya mengalahkan anggapan pertama. Berkali-kali menyatakan, bahwa biarlah kisah hidup menjadi semacam penyemangat buat sesiapa yang sempat membacanya.

Anshari Kadir –yang pada saat buku ini mulai ditulis— telah menjadi seorang pejabat birokrat, memang tak akan pernah melupakan masalalu. Kisah lama yang selalu ia undang kembali agar kebersahajaan tak lepas dari badan diri. Bersama tokoh ini kita tak akan diajak masuk ke dalam intrik politik atau beragam teori membenahi negara. Ia mengabarkan cinta yang sederhana. Baginya daun-daun gugur adalah ketakjuban atas kebesaran Sang Maha Pencipta dan bukan ritual semata. Ia menikmati hidup dengan merindukan masakan ibu –bukan dengan melentingkan diri ke dalam rimba raya kepuasan semu. Menyukuri apa yang telah diraih dalam banyak bagian memang menghadirkan kelapangan ketimbang hati bergemuruh memburu apa yang belum didapat.

Inilah kisah dari seorang tokoh sederhana yang membawa kita meliuk-liuk ke suatu masa, ke suatu ketika. Selamat membaca.


Namaku
Anshari

Perkenalkan namaku Anshari.
Anak seorang peladang berpindah.
Aku lahir 1 Januari 1970 di Kampung Pasir Puth, Pasirpengarayan,Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Ayahku bernama Kadir dan ibuku Khadijah.

Pada waktu sampai di lokasi peladangan baru itu, usiaku baru sekitar empat tahun. Di usia itu aku disebut muda-mentah. Istilah buat menggambarkan bocah yang sepenuhnya belum sanggup bertahan di cungkup alam.
Tapi tak mengapa. Nanti, alam –dan pastinya orang tua dan seluruh peladang akan mengajarkannya dengan seksama.

Selanjutnya, aku akan menceritakan bagaimana beliung berkelebat tangkas dalam membuka peladangan baru. Pohon ditebang dan seluruh bagiannya digunakan. Dahan lurus untuk tonggak gubuk. Kulit kayu pembuat dinding. Batang besar bakal kayu bakar. Kami tak membuang alang-alang. Lajur-lajur batang ilalang baik untuk pembuat atap.

Hingga, beberapa hari kemudian, saat ladang sudah agak terlihat bentuknya, ketika sisa-sisa pohon sudah ditumpuk dan mulai mengering: maka bomou segera akan memperlihatkan taji. Beliau adalah ‘orang pintar’ yang sedemikian dihormati.

Lihatlah. Bomou duduk di tempat lengang. Bersila begitu saja.
Mulutnya mengguriminkan mantra-mantra.
Kami anak-anak menunggu dengan takjub gerangan apa yang akan terjadi. Apakah ilmu bomou masih mangkus?

Lalu beberapa orang dewasa mulai menyulut ranting kering.
Asap membubung, api bergejolak.

Datanglah angin kolimubu. 
Semacam puting beliung.
Daun-daun kering beterbangan. Deru angin memisau-misau.

Ajaib.
Dibantu kolimubu api bergerak cepat membakari belukar. Namun yang terbakar hanya di tempat dikehendaki. Begitu cepat. Gemeletuk api membubungkan asap. Kobarannya memanaskan kulit wajah.
Aku ingat, bomou itu bernama Bawal. Sebelum mulai mendatangkan angin kolimubu: mulut bomou penuh sirih. Sambil mengunyah ia rapalkan kalimat ampuh. Kami namakan mantra itu sebagai ilmu copak-sirih.

Kami, anak-anak sebaya selalu takjub dan tak tak sabar menunggu bomou Bawal bekerja. Tersebab acap membuka ladang baru --hingga sering pula kami menyaksikan angin kolimubu. Paling lama, kami hanya bertahan dua tahun di satu peladangan. Bahkan jika dinilai tak berhasil –kami akan mencari lagi daerah baru.

Tetapi baiklah.
Kisah akan berpanjang-panjang juga.
Usai bomou Bawal berperan maka selanjutnya aku dan teman-teman sebaya akan mendapat giliran bekerja. Kami akan momorun. Mengumpulkan sisa-sisa kayu sebesar lengan orang dewasa --yang belum sepenuhnya dapat terbakar. Kayu yang telah berubah hitam itu ditumpuk untuk dibakar ulang. Usai momorun --rupa kami berubah persis gerombolan anak jin. Tinggal gigi tak dipulun arang. Seluruh tubuh hitam dilengketi abu. Berkilat disepuh keringat.

Semua orang memang terlatih untuk bekerja.
Peran mereka telah ada. Anak-anak pun demikian. Meski sebagian kayu masih memercikkan bara –namun seolah tak ada orang tua yang khawatir bahwa tangan anaknya akan melepuh terbakar api.

Awal membuka ladang memang berat.
Karenanya semua orang harus bekerja. Tempat yang semula rimba --disulap jadi ladang. Tak boleh terlalu lama karena beras yang jadi bekal --bisa tak cukup sebelum musim panen tiba. Tak ada persaingan antar peladang. Selain masih banyak berhubungan saudara –mereka adalah orang satu kampung yang disatukan rasa senasib. Makanya juga tak ada yang dibiarkan benar-benar tak punya beras.

Meski berat namun dipastikan bahwa masa kecilku teramat bahagia. Bersanding dengan alam –sungguh tiada dua. Orang sekampung adalah orang tua. Mereka bisa memarahi kita meski bukan anaknya. Cara menghindari marah --tak boleh berbuat salah. Jika ragu bertanya dan jika takut cari teman. Alam terkadang tak ramah. Jangan masuk tempat yang tak boleh karena kaki kami yang tak beralas bisa menginjak ular hitam atau tersesat ke pelintasan harimau.

Para peladang sedemikian terbiasa menerjang kesulitan. Pepatah ‘tak rotan akar pun jadi’ bukanlah cuma pepatah bagi kami --namun benar-benar dijalani. Setelah ladang terhampar sejauh mata memandang: maka dangau yang agak kokoh mulai dibangun pengganti gubuk. Akar dan rotan dikumpul.

Karena harus berjaga dari serangan binatang buas, maka dangau dibangun berkaki tinggi yang disebut teratak ladang. Pohon dan dahan yang sebelumnya sudah disisihkan mulai dipilih. Peladang berpindah yang juga disebut dengan sosudong tak sembarangan membuat teratak. Harus dipilih tempat yang cocok --seperti pintunya harus menghadap ke hamparan ladang. Ayah dengan terampil menggali lubang buat menancapkan kayu penyangga. Selanjutnya dengan ketangkasan yang sama beliau mengikat dahan-dahan kayu lurus untuk dijadikan kerangka teratak. Kami tak menggunakan paku. Akar dan rotan yang jadi pengikat. Jika tak ada rotan, akar sebagai ganti. Seluruh anggota keluaga membantu. Omak mengumpulkan alang-alang kering yang selanjutnya disusun sedemikian rupa hingga berguna jadi atap. Biasanya Kulit kayu Torok dipasang sebagai dinding.


Karena aku adalah anak tunggal, maka kami bekerja bertiga saja. Jika butuh bantuan orang lain, Ayah tinggal meminta tolong. Demikian pula jika ada teratak yang belum siap, maka kami akan datang membantu pula.


Senja
Terburu

Maka demikianlah.
Dengan langkah berat kami sekeluarga tetap bertahan di tengah rombongan. Tertatih di dalam barisan. Aku yang berada di pundak Ayah --sesekali melirik Omak yang berjalan di belakang.

Kami adalah warga yang hidup berpindah-pindah.
Menyusuri hutan, menyeberangi lembah.
Mencari ladang baru. Berburu harapan baru.

Perjalanan kali itu terasa lebih berat.
Tanah terjal berjurang dalam. Menyeruak lebat rimba. Rombongan tak bisa bergerak dengan cepat tersebab orang-orang yang berada di depan harus meneruka. Akar rotan ditebas, belukar ditarah. Mereka bekerja sedemikian keras supaya jalan dapat dilalui --termasuk bagi anak-anak dan ibu yang menggendong bayi.

Ketika berada di tanah tinggi, kami bisa melihat orang berbaris memanjang. Penuh beban di kanan-kiri. Tak hanya menggendong anak, juga dibawa serta perlengkapan rumah tangga dan tentu saja tak ketinggalan alat-alat untuk berladang. Di kejauhan terhampar hutan menurun lembah dengan kabut mengambang membatas pandang.
Saat angin menampar pucuk pohon maka butiran embun akan luruh, membasahi kami yang berjalan dibawahnya.

Kami bisa sejenak beristirahat saat orang-orang di bagian depan barisan kembali harus menebas belukar. Tapi tak lama. Ketika jalan setapak dianggap sudah bisa dilewati –maka bayi akan segera digendong. Perlengkapan berladang diangkat lagi. Mendaki tanah terjal. Mata awas agar tak terpijak bibir ngarai.

Matahari sesungguhnya tepat berada di atas kepala. Namun sinarnya tak menembus leluasa. Terhalang cungkup rimba. Di sela dahan-dahan kayu itulah aku bisa menyaksikan beruk bergelayut di pucuk-pucuk pohon. Suaranya memekak-mekak. Sesekali burung terbang bertemprasan. Mungkin terkejut atas kehadiran kami.

Tak letih Ayah menggendongku (mendukung). Menggelayut dipundaknyanya aku melihat keringatnya mengalir membasahi leher. Sesekali terdengar Ayah terbatuk-batuk. Omak juga tak terlihat akan menyerah. Kami berjalan terus hingga sinar matahari tak lagi mencubit kulit. Di kelebatan rimba --siang serasa sedemikian lekas berubah petang.

Menjelang senja aku saksikan sejumlah lelaki dewasa –termasuk Ayah, bercakap-cakap. Sebentar lagi malam akan menyamun seisi hutan.
Agaknya kami akan bermalam sebelum sampai ditujuan.
Tidak akan ada persoalan.
Pun tiada rasa cemas berlebihan.
Bagi kami, hutan adalah bagian tak terpisahkan.

Dataran dibersihkan.
Sumber air dicari.
Lalu didirikan semacam gubuk-gubuk sederhana. Beratap daun seadanya. Demikianlah jika hendak bermalam dalam rimba. Tak gentar meski masing-masing orang tiada boleh takabur. Ada aturan-aturan tertentu yang semua orang telah paham. Tak boleh sembarangan buang air, tak boleh berkata kotor, rimba adalah ranah yang harus dihormati. Kami permisi kepada rimba supaya rimba menjaga kami.

Malam turun sempurna ketika gubuk-gubuk telah didirikan.
Di bawah lentera minyak orang-orang duduk melingkar. Api memanggang pantat cerek. Unggun menghadirkan kehangatan --juga bayangan memanjang dan gemeletuk api memamah ranting kering.
Saatnya nasi yang berbungkus daun pisang diedarkan. Masing-masing orang dapat sebongkah. Meski lauk apa adanya namun apa dikunyah sungguh enak tak berbanding.

Esoknya, kami berjalan lagi. Menembus hutan di hangat pagi.
Menjelang siang barulah beroleh kabar.
Kepala rombongan menyatakan kami telah sampai.
Bersorak. Kepala rombongan itu menunjuk hamparan.
Tanah yang hendak dijadikan peladangan –sekaligus tempat pemukiman baru—harus berupa dataran yang tak terlalu banyak pepohonan.

Anak diturunkan dari gendongan.
Peralatan mulai digunakan. Dataran langsung dibersihkan. Bekerjasama. Tak banyak bicara. Sudah tahu tugas masing-masing. Gotong-royong yang kami istilahkan dengan berporari itu nantinya akan terus berlanjut dalam banyak sisi kehidupan kami.


INSYA ALLOH BUKUNYA AKAN DI TERBITKAN,,, TINGGAL CETAK. mohon doanya....



catatan : SALAH SATU PERINTIS LPM GAGASAN UIN SUSKA

Pukul 19.30 WIB. Awal Juni 2010. Gagasan berkunjung ke kediaman  Anshari Kadir, Jalan Sembilang Indah, Tngkerang Tengah,Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. “Abang ada didalam,” sambut istrinya. Rumah itu cukup besar, tapi masih dalam tahap pembangunan.
Di ruang tamu, Anshari tengah Asyik di depan Laptop, jarinya sigap mengetik satu persatu huruf. “Lagi nulis buku,” katanya. Tampaknya, ia sudah sadari dari tadi menunggu. Walau telat 30 menit, ia tetap menyambut dengan ramah.
Meski bekerja sebagai birokrat, Anshari tidak kehilangan naluri menulis. Sekarang, suami dari Helmi ini, tengah berusaha menulis buku ihwal perjalanan hidupnya. Judul buku itu: Membuka Lembaran Pagi, Sebuah Renungan Diri. Buku itu ditulis untuk mengenang masa lalunya.
Sajian teh hangat membuat suasana malam itu semakin akrab. Sepenggal, ia menceritakan masa lalunya, penuh tantangan dan kenangan.
***
Anshari, lahir 1 Januari 1970 di Pasir Pengarayan. Ia tinggal di rumah kayu sederhana, tidak jauh dari bibir Sungai Rokan.Kalau mau mandi, turun dari tebing sungai hanya beberapa meter dari sungai Batang Lubuh, “Rumah saye dekat dengan rumah Ahmad, sekarang Bupati Rokan Hulu,” katanya. Masa kecil ia lalui dengan kesederhanaan.
Ayahnya bekerja sebagai tukang angkat beras alias buruh , sementara ibunya berjualan sayur keliling. Bila berangkat sekolah, ia mesti menyeberangi Sungai Rokan. Walau demikian, Anshari tidak patah arang bercita-cita jadi sukses.
Ia berkisah. Saat berumur tujuh tahun, ia menangis, minta dimasukkan sekolah kepada ibunya. “Macam mano nak skolah, kite ni orang susah,” ucap ibunya. Namun karena terus didesak, pada esok hari, ayahnya membawa Anshari ke SD di Pasir, kala itu dia dan keluarganya masih tinggal di ladang yang jaraknya dari kampong satu hari berjalan kaki. Siapa sangka, kepala sekolah menolak karena saat itu sudah pertengahan tahun. “Saye pun sekolah tahun depan, saat umur delapan tahun,” akunya.
Sejak SD, bakat menulis Anshari sudah tampak. Ia senang berkirim surat. Tidak tanggung-tanggung, ia kerap berbalas surat keluar negeri. Satu hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya saat ini. “Coba kalian bayangkan, berapalah besar anak SD, sudah berbalas surat keluar negeri. Kalau dipikir-pikir, tidak terbayangkan oleh aku sekarang ni,” ucapnya.
Selain menulis, Anshari juga senang mendengar radio. Tidak hanya radio lokal, radio lintas dunia seperti NHK Jepang, Radio Jerman  dan ABC (Australia) serta Radio Nederland Belanda pun didengarnya. Ia menulis surat ke radio tersebut. Sebab itulah, ia bisa berbahasa Jepang dan Belanda walaupun jauh dari sempurna.
“Saye bisa dikit bahasa Jepang, Jerman dan Belanda, waktu itu saye dikirim buku bahasa Jepang oleh Radio NHK,” ujarnya sembari menunjukkan surat itu. “Ini dia suratnya.” Di kepala surat tertulis: Kepada Ananda Anshari Kadir.
Biasanya, Anshari kecil selalu singgah ke kantor pos, sepulang dari sekolah. Saking seringnya ke kantor pos, petugas pos sudah paham bila Anshari datang kesana. “Ada surat balasan dari Jepang, Jerman dan Belanda, dan semue tu jadi kebanggaan bagi aku saat itu,” katanya.
***
Sekolah sambil Siaran
Usai SD tahun 1984, penyuka beragam bacaan ini melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Pasir Pengarayan. Anshari terus mengembangkan bakat menulisnya: menjadi pengurus majalah dinding (mading). “Senang rasanya, tulisan kita dibaca orang,” katanya.
Lepas MTsN tahun 1987, Anshari berniat merantau ke Pekanbaru, ia melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN, setingkat SMA). Ia hidup ngekos. Jauh dari orang tua membuat Anshari remaja lebih mandiri. Ketertarikannya di bidang penyiaran, memacu semangatnya bekerja sebagai penyiar. Ia pun diterima bekerja di Radio Republik Indonesia (RRI) Pekanbaru.
Alasannya, menjadi seorang penyiar bisa mempengaruhi orang banyak dengan kecakapan berkomunikasi. “aku sering dengar RRI Pekanbaru, aku masih ingat waktu itu penyiarnya Rismandiyanto. Aku coba bekerja di RRI, Aku senang jadi penyiar, karena bisa mempengaruhi orang,” katanya.
Ia mulai siaran di RRI. Saat itu ia memegang acara anak muda: Gelanggang Pramuka, serta Yang Muda Yang Berkarya, setiap hari Minggu, jam 09.00 WIB. Sejak itu, Anshari mulai mandiri dalam urusan finansial, tidak lagi jalan kaki ke sekolah, begitu juga ke tempat kerja. Ia sudah mampu beli sepeda sendiri, “Aku beli sepeda balap waktu di PGA hasil usaha sendiri, aku kumpulkan duit sedikit-demi sedikit, ini dia kwitansinya masih ada, harganya seratus dua puluh ribu,” ujarnya sembari menunjukkan kwitansi lusuh itu kepada Gagasan.
Anshari memiliki hobi yang unik: senang  menyimpan dokumen pribadi dari kecil hingga sekarang. Bahkan, buku pertamanya saat kelas satu SD saja masih utuh. Begitu pula buku rapor dan perlengkapan pramukanya saat itu. “Ini dia buku saye waktu SD, sudah tampak lusuh, nilainya sepuluh semua, ini rapor SD, SMP dan SMA, dan ini perlengkapan Pramuka saat jadi utusan di Cibubur. Apa pun dokumen yang sifatnya pertama kali dalam hidup, saye simpan,” kata Anshari sambil menyusun bundel dokumennya.
Meski sibuk kerja, Anshari tidak abai dengan sekolahnya. Ia juga mendulang prestasi cukup lumayan di PGA. Alhasil selama sekolah disana, ia dapat beasiswa dari Yayasan Supersemar. “Setiap bulan dapat dua belas ribu lima ratus rupiah,demikian waktu di Perguruan Tinggi, Alhamdulillah masih dapat besiswa Supersemar” akunya.
***
Ikut Merintis Gagasan
Lulus PGAN tahun 1990, Anshari melanjutkan pendidikan ke IAIN Susqa Pekanbaru (sekarang UIN Suska Riau). Ia kuliah di Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Saat kuliah, Anshari merasa ada yang kurang dari kampusnya dibanding kampus lain. Rupanya ia tidak sendiri. Bersama Idris Ali dan Dinawati, teman kuliahnya, mereka berembuk guna mewujudkan koran kampus.
Setelah komitmen dan persamaan ide terbentuk, mereka pun mulai melobi berbagai pihak. Tidak ada hal mendasar melatar belakangi berdirinya Pers Kampus ini. “Saat itu koran kampus tak ada di IAIN. Di Riau ini yang ada cuma di Unri, namanya Bahana. Maka kami sepakat untuk buat koran kampus juga di IAIN,” katanya.
Tahun 1993, saat itu Anshari bekerja sebagai reporter di RRI. Idris Ali di Surat Kabar Mingguan Genta. Berbekal ilmu jurnalistik serta dukungan dari Pembantu Rektor III saat itu: Mujtahid Thalib (sekarang Bupati Inhu), Gagasan sah berdiri dengan SK MENPEN RI. No 1950/SK/Ditjen PPG/STT/1993.
Menurut Anshari, Gagasan awalnya bernama Cakrawala. Namun karena dirasa kurang menarik, maka pengurus berinisiatif menggantinya jadi Gagasan. Tidak ada hal mendasar pergantian nama ini, nama Gagasan terlintas begitu saja.
Saat itu, Anshari Kadir memegang posisi koordinator liputan, dan Idris Ali sebagai pemimpin redaksi. Memasuki tahun kedua, 1994, Anshari diutus mengikuti Temu Karya Pengelola Penerbitan Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) se-Indonesia, di Tubu, Bogor, 22 – 25 Juni 1994. Setelah itu, penerbitan Gagasan terus dikembangkan.
Bersama Idris Ali, mereka berusaha membuat lebih baik. Ia mengakui, saat itu produk Gagasan belum menarik dibanding pers kampus PTAI lainnya. Masa itu, sebagian besar liputan pers kampus lain, terinspirasi dari koran Detik. Tapi sayang, koran itu dibredel oleh pemerintah Soeharto. “Kritiknya terlalu tajam waktu itu,” ujar Anshari.
Masa merintis dahulu, Anshari mengaku tidak ada masalah biaya cetak. Masalah saat itu, pers tidak bisa kritis seperti sekarang. “Karena masa itu masih zaman orde baru,” kelitnya.
Proses penerbitan juga serba sulit, tidak ada komputer dan kantor khusus. Waktu itu, sekretariat  Gagasan digabung dengan senat mahasiswa institut. “Saat itu kami tidak berfikir masalah duit, yang terpenting, setelah terbit ada perubahan,” kata Anshari.
Jadi reporter Gagasan kala itu butuh kesabaran. Anshari mengenang, saat ngetik berita ia mesti menyimpan kata-kata dalam kepala. “Ngetik pakai mesin tik, kalau salah, cabut kertasnya, ganti kertas baru, ulang lagi ngetik dari awal. Jadi sebelum ngetik tu kita sudah susun kata-kata dalam kepala,” kenangnya.
Salah satu hal mengesankan, saat proses terbit mereka mengetik berita dengan mesin ketik pribadi, di rumah masing-masing. Setelah berita usai, ketikan diserahkan ke Pemimpin Redaksi, Idris Ali. “Bang Idris mengolah berita itu menggunakan DOS di kantor SKM Genta,” kata Anshari mengenang.
Selama di Gagasan, liputan paling berkesan menurutnya, yaitu tentang sikap cuek mahasiswa dan dosen saat adzan berkumandang. Liputannya ringan, tapi membawa perubahan di masyarakat kampus. “Kritikan itu sifatnya membangun, setelah Gagasan terbit ada perubahan. Mushala IAIN Susqa pun penuh saat tiba waktu shalat,” ujarnya.
Menjadi seorang jurnalis, menjadi kebanggaan bagi dirinya dan kawan – kawan saat itu. Mereka punya motivasi menulis, karena waktu itu, IAIN belum ada Jurusan Jurnalistik. “Yang ada cuma Syariah, Tarbiyah dan Ushuluddin,” terangnya.
Masa itu, Gagasan juga menjalin kerja sama dengan perusahaan. Gagasan menyediakan rubrik Pariwara, menggandeng Caltex. Meski demikian, pengurus Gagasan tetap profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik. Anshari menjelaskan, waktu itu mereka juga meliput aksi unjuk rasa mahasiswa terhadap Caltex, ihwal kurangnya partisipasi Caltex terhadap masyarakat. “Kita berimbang menyajikan berita, yang baik terungkap, yang tidak baik juga terungkap,” jelasnya.
Gagasan ketika itu, mendapatkan apresiasi positif dari rektor. Banyak hal tentang kebijakan rektor, sulit disosialisasikan. Peluang ini diambil Gagasan. Sejak itu, ia dan teman pengurus menjalin kesepakatan dengan rektor: pengumuman kelulusan mahasiswa baru, dan pengumuman penting lainnya, diumumkan lewat Gagasan.
Perlahan tapi pasti, Anshari melihat Gagasan semakin berkembang dengan masuknya generasi kedua. “Waktu itu, ada Ilzam Fauzi, Hendrik, Nazir Fahmi, Saidul Tombang, dan Mahyudin Yusdar,” terangnya. Ia senang melihat Gagasan sekarang, “Saye tak sangke jadi berkembang seperti sekarang, Gagasan hebat,” pujinya.
***
Sekarang ia bekerja di Biro Hukum dan Organiasi Tata laksana Pemerintah Provinsi Riau, ia juga aktif di Gerakan Pramuka, sebagai Sekretaris Kwartir Daerah. Ia sosok ramah dan senang berbagi cerita. Setiap perkataannya, kerap menjadi motivasi bagi lawan bicaranya.





DAFTAR RIAWAYAT HIDUP


I.        KETERANGAN PERORANGAN

1
Nama Lengkap
Anshari Kadir, S.Ag, M.Si
2
NIP
19700101 199803 1 018
3
Pangkat dan Golongan
Pembina / Golongan IVa
4
Tempat Lahir / Tanggal Lahir
Pasir Pengarayan  / 1-1-1970
5
Jenis Kelamin
Pria
6
A g a m a
Islam
7
Status Perkawinan
Kawin
8
Alamat
rumah
a. Jalan
Sembilang Indah No 35
b. Kelurahan / Desa
Tangkerang Tengah
c. Kecamatan
Marpoyan Damai
d. Kabupaten / Kota
Pekanbaru
e. Propinsi
Riau
9
Keterangan
badan
a. Tinggi (cm )
168 cm
b. Berat  ( kg )
  84 kg
c. Rambut
Hitam
d. Bentuk Muka
Bulat
e. Warna Kulit
Kuning
f. Ciri-ciri khas
-
g. Cacat Tubuh
-
10
Kegemaran ( Hobby )
Membaca, mengarang, bercerita


I.          PENDIDIKAN

1. Pendidikan Dalam dan Luar Negeri

No
Tingkat
Nama Pendidikan
Jurusan
STTB/Tanda Lulus/Ijazah
Tahun
Tempat
Nama Kepala Sekolah/Direktur/
Dekan/Promotor
1
2
3
4
5
6
7

1

SD

SDN

-

1984

Pasir Pengarayan

M. Yakub.S
2
SLTP
MTsN
-
1987
Pasir Pengarayan
Drs.H.Iljas Rahim
3
SLTA
PGAN
-
1990
Pekanbaru
Barmawi
4
D I





5
D II





6
DIII /AKADEMI





7
D IV





8
S 1
IAIN
PAI
1995
Pekanbaru
H.Yusuf Rahman
9
S 2
UNRI
URBAN STUDIES
2005
Pekanbaru
Muchtar Achmad
10
S 3





11
Spesialis I





12
Spesialis II





13
Profesi










2. Kursus / Latihan di Dalam dan di Luar Negeri



No

Nama Kursus/Latihan
Lamanya/Tgl/
Bln/Thn/s/d/
Tgl/Bln/Thn
Ijazah/Tanda
Lulus/Surat Keterangan
Tahun

Tempat
Keterangan
1
2
3
4
5
6
1
Training Trust Workshop
11-15 oktober
1999
BBC
Radio London
2
Diklat Radio Interaktif

2000
RRI Jakarta

3
Training Courses
Juni - Nov
2001
Swedish Radio
Radio Swedia
4
Diklat Keprotokolan
13-16 Juli
2004
Jakarta
Depdagri
5
Diklat Manajemen Keprotokolan
14-17 Juni
2005
Jakarta
LAN
6
Diklatpim IV
10 Agustus-
22 September
2005
Pekanbaru
Lulus
Baik Sekali
7
Bimbingan Teknis Nasional thema peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan di Indonesia
14 -15 Maret 2007
2007
Jakarta
Sertifikat
Badan Administrasi Keuangan dan Pembangunan

8
Diklatpim III
28 September – 25 oktober 2007
2007
Pekanbaru
Lulus
Baik sekali
9
KPD Pramuka

2007
Pekanbaru
ijazah
10
KPL  Pramuka
5-12 Nopember
2007
Cibubur Jakarta
ijazah


II.      RIWAYAT PEKERJAAN
1.    Riwayat Kepangkatan Golongan Ruang Penggajian

No
Pengkat
Gol. Ruang
Penggajian
Berlaku terhitung
mulai
tanggal
Gaji
Pokok
Surat Keputusan
Peraturan
yang dijadikan dasar
Pejabat
Nomor
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9


III a

III a

III a


III b


III b


III b


III c

III c

III c

IIId

IIId

IVa


IVa



1-03-1998

1-08-1999

1-03-2000


1-10-2002


1-03-2004


1-03-2006


1-10-2006

1-03-2008

1-03-2010

1-10-2010

1-03-2012

1-10-2013


1-3-2016
193.440

241.800

253.900


828.200


1.008.800


1.031.400


1.236.300

1.461.200



2.283.400

2.607.300

3.206.000


3.995.000

Menpen

Deppen

RRI


RRI


RRI


Sekda Riau


Gubri

SekdaRiau

Sekda Riau

Gubernur

Sekda Riau

Gubernur

.
SekdaRiau.
663/SK/PB/98

264/SK/PN/99

09/SPKG/UP/2000


05205/KEP/DIRUT
/KP/X/2002

17/SPKG/
UP/2004

SK.822.3/UM/
2006/13

SK. 823.3/X/2006/40

SK.822.3/UM/2008/
71


Kpts.1257/IX/2010

SK.822.3/UM/2012/
143
Kpts.653/IX/2013


SK.822.4/ORG/2016/439
10 Juni

28 Juli

2 Jan


25 Okt


2 Jan


4 Jan


3 Okt

26 Feb



22-9-2010

21-2-2012

12-9-2013


25-12016
Capeg

PN

Berkala


KP


Berkala


Berkala


KP

Berkala

Berkala

KP

Berkala

KP


Berkala






2.          Pengalaman Jabatan/ Pekerjaan

No
Pengkat
Mulai
Dan
Sampai
Gol. Ruang
Penggajian
Gaji Pokok
Surat Keputusan
Pejabat
Nomor
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
1

2


3


4


5



6


7


8



9



10



11


Staf Reportase RRI

Staf masalah aktual RRI / pemberitaan TVRI Riau

Staf Protokol
Kantor Gubernur Riau

Kasubag Bantuan Aktifitas Keagamaan Biro Kesra

Kasubag Pemeliharaan perlengkapan dan instalasi penunjang kantor
Biro Perlengkapan

Kasubbag Kelembagaan Provinsi Biro Hukum dan Ortal Setda Riau

Kabag Humas dan
PerpustakaanSekretariat DPRD Riau

Kabag Adm Pendidikan dan Agama Biro Adm Kesra Setda Riau


Kabag Adm Kesehatan, pemberdayaan perempuan dan Keluarga Berencana Biro Adm Kesra Setda Riau

Kabid  Ideologi dan wawasan kebangsaan Badan Kesatuan Bangsa dan politik Provinsi Riau

1998-2002

2002-2004


1 Juni 2004-
11 Juli 2006

12 Juli 2006


31Desember 2008


12 Mei 2010


12 april2012


28 Maret
2013


23 Pebruari
2015


25 Juli
2016


30 Des
2016
III a

III b


III b


III c


III c



IIIc


IIId


IIId



IVa



IVa



IVa


Deppen

RRI/TVRI


Gubernur


Gubernur


Gubernur



Gubernur


Gubernur


Gubernur



Gubernur



Gubernur



Gubernur





SK.824.3/VI/
2004/335

Kpts.341/VII/
2006

Kpts.1995/XII/2008



Kpts.888/V/2010


Kpts.285/IV/2012


Kpts.172c/III/2013



Kpts. 36/II/2015



Kpts. 679/VII/2016



Kpts.1231/XII/2016








8-6-2004



12-7-2006




30-12-2008







11 Mei 2010




5 April 2012




1 Maret 2013


III.        TANDA JASA / PENGHARGAAN

No
Nama Bintang/ Satya lencana
Penghargaan
Tahun perolehan
Nama Negara/ Instansi
yang memberi
1
2
3
4
1

2

3

4
Pancawarsa IV

Satya lencana karya satya X

Lencana Darma Bakti

Lencana Melati

2010

2008

2014

2016
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka

Presiden RI DR.H.S Bambang Yudoyono

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka


IV.      PENGALAMAN KE LUAR NEGERI

No
Negara
Tujuan
Kunjungan
Lamanya
Yang membiayai
1
2
3
4
5
1
2
Malaysia
Singapore


















V.       KETERANGAN KELUARGA

1.     ISTERI

No
NAMA
Tempat
lahir
Tanggal
lahir
Tanggal
Nikah
Pekerjaan
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
1
Helmi,S.Ag
Pasir Panjang
15-1-1973
22-9-1996
Wiraswasta





2.                   ANAK

No
NAMA
Jenis
kelamin
Tempat
lahir
Tanggal
lahir
Tanggal
Nikah
Pekerjaan
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
1

2
Taufiqurrahman

Muhammad Yanfa’unnas
Laki-laki

Laki-laki
Pekanbaru

Pekanbaru
16-4-1999

 7-9-2004
-

-
-

-




3.                       BAPAK DAN IBU KANDUNG


No
NAMA
Tgl. Lahir
Pekerjaan
Keterangan
1
2
3
4
5
1

2
Kadir

Khadijah


68 tahun


-
Almarhum 1982






4.     BAPAK DAN IBU MERTUA

No
NAMA
Tgl.lahir
Pekerjaan
Keterangan
1
2
3
4
5
1
Wan Nurdin
66 Tahun
Tani

2
Tengku. Nurjawanis
-
-
Almarhumah


5.                     SAUDARA KANDUNG

No
NAMA
Jenis Kelamin
Tanggal
Lahir/ Umur
Pekerjaan
Keterangan
1
2
3
4
5
6













VI.        KETERANGAN ORGANISASI
1.          Semasa mengikuti pendidikan pada SLTA ke bawah

No
Nama Organisasi
Kedudukan
Dalam Organisasi
Dalam Tahun
s/d Tahun
Tempat
Nama Pimpinan Organisasi
1
2
3
4
5
6
1


2


3


4
Pramuka


OSIS


DKD Pramuka


PMR
Ketua
Dewan Ambalan

Ketua


Giat Ops


Wakil Ketua

1988 - 1989


1989 – 1990


1989 – 1990


1989 - 1990
Gudep 55-56


PGAN
Pekanbaru

Kwarda
Pramuka

PGAN
Yaslim Yelvi


Nur Lubis


Rusleini


Nurazimah







2.       Semasa mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi.

No
Nama Organisasi
Kedudukan
Dalam Organisasi
Dalam Tahun
s/d Tahun
Tempat
Nama Pimpinan Organisasi
1
2
3
4
5
6
1



Koran Kampus
Gagasan
Koordinator Liputan
1993-1994
IAIN SUSQA
Mujtahid Thalib


3.         Sesudah pendidikan dan atau selama menjadi pegawai

No
Nama Organisasi
Kedudukan
Dalam Organisasi
Dalam Tahun
s/d Tahun
Tempat
Nama Pimpinan Organisasi
1
2
3
4
5
6

1



2


3


4



5



6


7





8


9



10




11

Kwarda Pramuka Riau



PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)

PWI (Persatuan Wartawan Indonesia

Kwarda Pramuka Riau



FKUB ( Forum Kerukunan Ummat Beragama

LPTQ Riau


DPW ASPARI              ( Asosiasi Seniman Pariwisata Religi Indonesia) Riau

DMDI ( Dunia Melayu Dunia Islam )

Satuan Karya Ulama Indonesia
Riau

Dewan Pimpinan Daerah Majelis Dakwah Islamiyah Riau

Kwartir Daerah 04 Gerakan pramuka Riau

Andalan daerah urusan Protokol dan Humas

Anggota


Kadiklat


Andalan Daerah urusan Humas dan komunikasi

Anggota koordinator Sekretariat

Anggota Litbang dan Publikasi

Kepala Biro Ekuin





Sekretariat


Sekretaris IV



Biro Pengabdian Masyarakat & kesehatan



Sekretaris

1999-2004



2000-2007


2001-2003


2004-2009



2006-2009



2006-2011


2007-2012





2007-2008


2007-2012



2008-2012





2009-2014

Pekanbaru



Pekanbaru


Pekanbaru


Pekanbaru



Pekanbaru



Pekanbaru


Pekanbaru





Pekanbaru


Pekanbaru



Pekanbaru





Pekanbaru

OK.Nizami jamil



Sutrianto


Sutrianto


Wan Abu Bakar



Drs.H.Almunir Asyani



Rusli Zainal


Irham mas





HR.Mambang Mit


H.Abd Gaffar Usman



Drs.H.Abd.Razak Z,MM




Hj.Septina Primawati



VII.       KETERANGAN LAIN-LAIN

No

Nama keterangan
Surat Keterangan

Tanggal


Pejabat
Nomor
1
2
3
4
5
1
Keterangan berkelakuan baik



2
Keterangan Berbadan sehat








Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian  hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia dituntut dimuka pengadilan serta bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh pemerintah